Selamat Datang di Website Resmi Mohammad Izdiyan Muttaqin

Silahkan pilih artikel, tombol, atau pun informasi yang anda butuhkan. Channel Youtube Izdiyan dapat anda akses melalui link berikut ini

Find Out More

Artikel Pilihan

Perkenalan

Di sini saya menuliskan beberapa hal tentang perkenalan, atau usaha saya mengenal diri sendiri dan mengenalkan diri saya kepada anda.

Read More

Pro Aktif

Pro Aktif adalah kebiasaan pertama dari 7 kebiasaan manusia yang paling efektif.

Read More

Memperbaiki Indonesia

Bagaimanakah cara untuk memperbaiki Indonesia? apakah kita mampu memperbaiki Indonesia?.

Read More

Cara Meningkatkan Keyakinan dan Kepercayaan Diri

Keyakinan diri, atau yang biasa disebut dengan belief, atau iman, adalah sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Sebagai umat beragama, manusia juga sangat tergantung pada keyakinanny.

Read More

Recent Work

30 Nov 2013

Cipto the Cool Guy...

Cipto the Cool Guy...

Salah satu sudut di Gontor 2
Tulisan ini aku tulis khusus untuk temanku, Cipto. Entah di mana dia sekarang, aku sudah tidak memiliki kontak lagi. Cipto adalah seorang kawanku di kamarku di Gedung Utama Atas. Cipto adalah sosok yang kalem dan tenang. Tidak seperti yang lainnya dia selalu terlihat kalem di setiap situasi. Rambutnya agak ikal, dan di hidungnya ada tahi lalat. Matanya minus, tapi dia tidak mau memakai kacamata. Dan matanya pun terlihat selalu sayu dan teduh.

Cipto berasal dari Banten. Di Gontor kita sebagai santri memiliki persatuan-persatuan perdaerah yang biasa disebut konsulat. Dan Aku bergabung dengan konsulat Banten sama dengan Cipto. Kami sering mengobrol bareng dan dengan berbagai kegiatan yang ada kami menjadi cukup dekat satu sama lain.

Ada suatu kisah yang sangat aku ingat dengan Cipto. Suatu pagi, ketika kami para santri sedang bersiap-siap untuk pergi ke masjid, aku mendapati kunciku hilang. Aku pun tidak bisa membuka lemari pakaianku, yang di dalamnya terdapat sandal dan gayung yang biasanya kugunakan ketika pergi ke kamar mandi karena gedung kamar mandi tersebut memang tidak menyatu dengan asramaku. Aku kala itu benar-benar kebelet ingin buang air kecil.

Akhirnya yang terjadi selanjutnya adalah aku benar-benar panik. Sekujur tubuhku tegang. Aku sungguh tidak mampu menahan dorongan air yang ingin keluar itu. Aku meringis dan berkata kepada teman-temanku yang ada di sekelilingku, " Kunci ane ilang nih! kebelet banget pengen kencing, pinjem kunci nt dong!". Satu persatu kunci aku coba untuk membuka lemariku itu. Aku sungguh panik ketika itu. Dan kemudian dengan santainya Cipto mendekati lemariku dan mencoba membuka gemboknya dengan kunci miliknya, begitu tenangnya dia membuka dan ternyata gembok lemariku terbuka!

Aku pun tersenyum lebar dan berkata "Alhamdulillah... makasih Cipto!", akhirnya terbuka juga, dan aku bergegas mengambil gayung dan sandalku. Serta merta aku turun ke bawah dan pergi ke hamam. Dan air yang sudah ngotot dari tadi ingin keluar pun akhirnya bisa kukeluarkan. :D

Kebersamaan dengan teman-teman seperti Cipto dan teman-temanku yang lainnya berlangsung setiap hari selama beberapa bulan itu. Kami dimarahi sama-sama, dimotivasi sama-sama, ke masjid 5 kali sehari, makan ke dapur 3 kali sehari, mengikuti latihan percakapan Bahasa Arab yang tidak pernah sukses, karena seingatku selama enam bulan aku di Gontor 2 aku memang belum bisa berbicara Bahasa Arab dengan baik. Sesuatu yang mungkin akan menjadi bahan cerita di kisah-kisah selanjutnya

28 Nov 2013

GU Atas

GU Atas

Gedung Utama Gontor 2 dilhat dari depan

GU adalah singkatan dari Gedung Utama. Gedung ini adalah wajah Gontor 2. Sebagaimana kawan-kawanku yang lainnya, aku tinggal di gedung ini selama beberapa bulan selama menjalani persiapan menghadapi ujian masuk Gontor. Gedung ini terdiri dari dua lantai. Di Lantai satu sebelah utara ada beberapa ruangan yang digunakan untuk kantor guru, ruang kelas, dan ruang penampungan orang sakit. dan di Lantai dua sebelah utara ada kamar-kamar santri dan dipisahkan dengan tangga di sebelah selatan lantai dua terdapat beberapa kelas dengan sebuah sekat yang bisa dibuka, kelas-kelas tersebut akan menjadi aula ketika sekat-sekatnya dibuka.

Di GU atas ini kami memiliki Musyrif Maskan atau pembimbing asrama atau Ustadz-ustadz yang juga tinggal berdampingan kami. Para Musyrif tinggal di kamar pojok yang berdekatan dengan tangga. Di Gontor dua Ustadz memang tidak terlalu sering turun ke anggota, tetapi ketika itu Ustadz memang memainkan peran penting dalam kehidupan kami, dari Ustadz kami mendapat contoh, bimbingan, inspirasi, dan motivasi. Di Rayon (asrama) kami ini aku sangat ingat dengan Ust. Jupri. Ustadz Jupri berasal dari Kalimantan. Ust. Jupri hafal 15 juz al-Qur'an dan juga pandai bermain organ. Yang aku ingat dari beliau adalah ketika beliau mengatakan bahwa beliau sedang bingung memilih antara beasiswa di Leiden University Belanda atau di Madinah University, pilihan yang sangat menarik, hehehehe... Benar-benar pilihan yang mengagumkan bagi kami yang bahkan masuk Gontor pun belum.

Di GU inilah aku bertemu teman-teman baru. Dan hari pertama aku beraktifitas sungguh berkesan, karena hari itu terasa begitu melelahkan..., sangat melelahkan. Aku baru merasaan bagaimana rasanya harus terbangun pukul 4 pagi sebelum shubuh aku tidak dibangunkan, aku terbangun mendengar murottal al-Qur'an yang dipasang dengan kencangnya. Terlihat di sekelilingu orang-orang mulai bangkit dan berganti pakaian dengan pakaian sholat. Dan dari situ kami berjalan terburu-buru menuju masjid. Sudah ada Ustadz yang berdiri di tengah jalan memotivasi kami untuk bergegas. Dan begitulah setiap pagi aku menjalani pagi di hari-hari biasa.

Di Pondok Gontor 2 ini pula aku pertama kali belajar mencuci baju sendiri. di Gontor 2 kita terbiasa mencuci di hamam (kamar mandi) di depan asrama kami yang merupakan bangunan yang terpisah dari asrama. Di sana berjejer kamar mandi-kamar mandi cukup banyak dan di depan kamar mandi tersebut terdapat paralon-paralon dari besi yang dibuat membentang setinggi pinggang. Dari paralon itu keluar air dari lubang-lubangnya, dan dari air yang keluar itulah kami mencuci baju. Satu hal yang aku ingat dari pesan ibuku adalah: "Jangan lupa cuci baju setiap hari!". Hm... Aku memang orang yang tidak mau ambil pusing dengan nasihat orang tua, biasanya akan langsung aku kerjakan tanpa berfikir lagi. Dan aku pun mencuci baju setiap hari. Ada seorang kawan sekamarku bernama Romi, dia berasal dari Jombang, dan ketika melihatku membawa ember dan mencuci setiap hari, dia terheran-heran. Sepertinya memang cuma aku yang ketika itu mencuci baju setiap hari.

Satu hal yang aku tidak tahu kala itu adalah bahwa baju kemeja harus dibuka dahulu kancingnya sebelum dicuci. Dan karena itulah kemejaku yang sudah dicuci akhirnya lepas kancingnya satu persatu. Aku ketika itu menyikapinya dengan memakai peniti, dan memang akhirnya cukup rapih, namun memang aku akui salah satu kemejaku sampai hanya menyisakan satu buah kancing, dan sisanya aku menggunakan peniti :D

O iya, di Gedung Utama ini kami tinggal bersama sekitar 30-40 orang satu kamar. Aku baru menyadari bahwa manusia bisa demikian fleksibel. Tanpa ranjang, tanpa bantal, dan kami tidur dengan nyenyak setiap harinya. Bagi kami kala itu, tidur adalah sebuah kemewahan. Aktifitas yang padat dihiasi dengan lari ke sana dan kemari dari sebelum shubuh hingga malam pukul 10 membuat kami sudah sangat bersyukur bahwa kami bisa tidur.

Percakapan menarik antara kami adalah ketika kami berebut untuk bisa piket menjaga asrama. Kami begitu senang dan semangatnya menjaga asrama dan tidak mengikuti aktifitas seperti biasa, hanya karena dengan menjadi penjaga asrama kami bisa mendapatkan waktu untuk tidur tambahan :D.

DELAPAN KIAT BISNIS T. P. RACHMAT

DELAPAN KIAT BISNIS T. P. RACHMAT


Setiap entrepreneur mempunyai jurus masing-masing sesuai dengan latar belakang, pengalaman, kematangan, usia serta pengalaman hidupnya. Bagaimana kiat bisnis T.P. Rachmat yang justru mulai menjadi entrepreneur di usia 55 tahun. Berikut jurus-jurus Teddy.

1. Cari “angin” yang besar untuk memilih bisnis yang akan ditekuni.

    Ibarat main layangan, harus mencari angin yang kuat. Kalau tidak, layangannya tidak akan naik. Kalau anginnya hanya sepoi-sepoi, layangannya tidak akan kemana-mana. 

2. Ciptakan keunikan bisnis yang dipilih.

    Kalau keunikan itu tidak diketemukan, maka bisnis Anda tidak akan kemana-mana. Ia hanya akan menjadi pemenang kalau punya keunikan. Misalnya, perusahaan saya, ASSA Rent. Keunikannya sederhana sekali. Dalam bisnis rental mobil, keuntungannya bukan pada waktu menyewakan kendaraan ke pelanggan, melainkan pada waktu menjual kembali mobil yang dimiliki. Kalau resale value mobil kami paling tinggi, maka keunikannya adalah dengan melakukan perawatan yang paling sempurna. Keunikan kedua adalah kemampuan memberikan customer satisfaction.

    Contoh lain adalah Lion Air yang memiliki keunikan berupa memiliki pesawat-pesawat terbang baru, tetapi harga tiketnya paling murah. Dalam usia tergolong muda, Lion Air kini bisa menguasai pasar. Mungkin sekarang jumlah penumpang lebih banyak dibanding pesaingnya. Air Asia juga punya keunikan efisiensi karena hanya menerbangkan satu tipe pesawat tertentu dan memilih terbang dalam jarak tidak lebih dari 4-5 jam sehingga pesawatnya bisa terbang dua-tiga kali sehari dan harga tiketpun bisa diturunkan.

3. Leveraging dari keunikan bisnis yang dipilih.

    Harta datang salah satunya dari leveraging. Geber habis-habisan bisnisnya setelah mempunyai keunikan atau keunggulan. Kalau perlu sampai kompetitor mati. Sampai pernah saya bercanda kepada salah satu direksi saya, bahwa Anda belum melakukan pekerjaan dengan baik apabila belum sampai dipanggil Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Namun, Anda tidak perlu baku hantam dengan kompetitor kalau Anda bisa memaksimalkan keunggulan bisnis Anda.

    Misalnya, Grup Astra. Hampir di semua bidang bisnis yang mereka geluti, mereka dalam posisi nomer satu, baik itu di bisnis mobil, motor, jasa keuangan, maupun peralatan berat. Itu karena mereka menciptakan keunikan dan melakukan leveraging keunikan itu. Alhasil, kapitalisasi pasar dari saham Astra adalah yang terbesar di Indonesia. 

    Begitu pula ketika saya membangun Grup Adira. Filosofinya juga sama, yaitu menciptakan keunikan, yaitu kuat dalam hal funding. Financial services tanpa funding yang kuat tidak akan pergi kemana-mana. Maka, tak heran kalau sekarang Adira saya lepas karena saya melihat  saya sudah tidak sanggup menjaga kekuatan funding Adira, sehingga kami jual ke Bank Danamon karena bank memiliki kekuatan funding. Jadi, lupakan hal-hal yang tidak penting. Apa yang membuat Anda berbeda, itulah yang harus digenjot. Sementara itu, kompetitor lain mungkin timbul tenggelam

4. Lakukan eksekusi dengan baik dan benar.

    Eksekusi adalah segalanya. Eksekusi mencakup people, proses, dan transparansi, serta kepemimpinan yang baik. Tanpa itu, bisnis Anda tidak akan kemana-mana.

5. Carilah orang bertalenta.

    Saya dalam mencari orang selalu adalah orang yang bertalenta. Saya tidak mencari orang yang paling berpengalaman atau yang paling pintar, saya cari talenta yang paling baik. Dalam merekrut orang, prinsip saya sederhana, orang itu berkarakter, memiliki passion, dan cukup pintar. Orang seringkali mencari yang paling pintar dahulu, tetapi buat saya tidak. Saya justri melihat karakternya dahulu dan kemudian kemauannya. Orang walau tidak pintar sekali, tetapi kalau punya kemauan tinggi dengan tanya kiri-kanan, ia juga bisa handal dalam menjual produk. Apalagi pekerjaan di Indonesia tidak begitu kompleks.
    Bila sudah memiliki bibit atau talenta yang baik, maka kita harus mencarikan tanah yang subur supaya bibit itu bisa menjadi pohon yang kuat. Tanah yang subur itu antara lain recognizing, celebrating, dan appreciating. Tak kalah penting juga soal reward atau kompensasinya. Namun, tidak hanya masalah salary yang harus memadai, tetapi kita juga harus bisa memberikan career opportunity, environment kerja, atmosfer kerja, dan pride atau kebanggaan bekerja di perusahaan kita. Anda harus menyentuh dia, tidak cukup dengan uang karena kalau ada yang berani memberikan gaji lebih tinggi, dia akan segera pindah.

6. Mengutamakan membangun proses, bukan berorientasikan hasil semata.

    Manajemen perusahaan pada dasarnya adalah masalah proses. Kalau prosesnya baik, maka hasilnya juga baik. Orang Toyota mengajarkan kalau semua sekrup dipasang dengan baik, maka mobil itu akan berjalan dengan baik. Jangan terlalu mengejar hasil atau result karena hasil bisa saja karena kebetulan atau keberuntungan karena “angin” lagi kencang, sehingga profit besar. Padahal, Anda tidak bisa mengontrol profit, yang bisa Anda kontrol adalah prosesnya. 
    Untuk itu perlu standarisasi. Lihat saya pelayanan pramugari Singapore Airlines yang punya standar untuk jongkok bila berbicara dengan penumpang pesawat kala terbang. Jadi, keunikan bisnis yang kita miliki juga harus dibuat standarnya.
    Ada perkataan bagus dalam buku Jim Collins yang berjudul Great by Choice, yaitu fanatic discipline. Untuk membuat standar itu memang kita harus berkeringat dan berdarah-darah, demi mengejar kesempurnaan. Itu memang melelahkan, tetapi tanpa itu, kita tidak akan kemana-mana. Lihat Toyota yang terus mengejar berupaya mengurangi kesalahan pembuatan produk. Itu pasti sangat melelahkan.

7. Melakukan transparansi dan good governance.
 
    Kalau tidak transparan dan good governance, bisnis kita tidak akan sustainable. Kita bisa saja menang sesaat, tetapi tidak sustainable. Mungkin bisa menang terus, tetapi suatu bisa jatuh. Kalau kita tidak transparan, pasti ada sesuatu yang disembunyikan. Dan, itu pasti yang busuk. Misalnya bayarlah pajak dengan penuh, bayar lebih pun tidak apa-apa. Tetapi, dengan transparansi, segala borok bisa keluar semua.

8. Menjalankan kepemimpinan yang baik.

    Kesemua hal di atas tentu dijalankan oleh pemimpin. Menurut saya, menjadi pemimpin yang baik itu sederhana, berusaha memberikan contoh. Khalifah Umar bin Khattab memberikan nasehat, bila maju perang, pemimpin paling dulu, tetapi kalau makan, paling belakang. Itulah pemimpin. Saya juga kagum dengan keberhasilan Lee Kuan Yew dalam membesarkan Singapura seperti sekarang. Menurut saya, itu karena mereka tidak pernah puas dalam membangun negaranya. Ketika memisahkan diri dari Malaysia, pendapatan Singapura
hanya seperempat dari Malaysia, tetapi sekarang jauh lebih besar. Bahkan, pendapatan per kapita mereka sekarang nomer dua terbesar di dunia. Padahal, Singapura adalah negara yang tidak punya apa-apa. Itu karena mereka memiliki mimpi yang tidak terbatas dan tidak pernah bilang cukup, bukan dalam artian cukup buat diri sendiri, tetapi cukup buat semua. ###

(redaksi@wartaekonomi.com)

Foto: Sufri Yuliardi

Sumber: Warta Ekonomi No.04/2012

4 Nov 2013

Pergi Ke Gontor 2

Pergi Ke Gontor 2


Saya harus berangkat menuju Ponorogo Jawa Timur. Umur saya ketika itu sekitar 15 tahun, dan waktu itu tahun 2004. Bisa dibilang cukup besar dan bisa dibilang cukup kecil. Aku saat itu memutuskan untuk mondok di gontor. Keputusan yang menurutku sendiri sangat frontal. Jangankan aku, orang tuaku pun kaget mendengar keputusanku ini. Aku juga tidak bisa menjelaskan dengan spesifik tentang motivasi apa yang mendorongku untuk pindah dari Ciputat yang secara kehidupan lebih kota ke Madusari Ponorogo, yang secara kehidupan lebih kampung.

Saya sebenarnya sudah sering ke Ponorogo. di Ponorogo ada Mbah Tur, Mbah Tur adalah tante dari bapakku, dan hampir setiap tahun di saat pulang kampung ke Ngawi, Bapak dan Kami sekeluarga selalu menyempatkan mampir ke tempat Mbah Tur. Dan kali ini setelah mampir ke tempat Mbah Tur, kami pun bergerak menujur Gontor 2. 

Gontor dua kala itu terlihat cukup keren bagiku. Saat terakhir kali aku ke gontor adalah ketika Mas Aaf kakakku ingin masuk Gontor, sekitar tahun 1999. Dan pada tahun itu, gontor 2 belum dibangun, dan kami akhirnya mengunjungi gontor 1 di daerah Mlarak yang tidak terlalu jauh dari posisi gontor 2 ini. Kala itu Gontor memang belum punya cabang. Dan Gontor 1 adalah satu-satunya Gontor di Indonesia kala itu. 

Gontor 2 Dibangun sebagai tempat penampungan Calon-Calon Santri baru yang di dalamnya mereka akan dibina, diberi pelajaran-pelajaran untuk mempersiapkan diri mereka menghadapi kehidupan di pondok dan untuk melewati ujian.

Aku berangkat diantar oleh Mbahku, Mbah atung, Mbah atung adalah sebutan kami untuk kakek kami yang dari Ibu. Kala itu keluargaku belum punya mobil. Jadi kami pergi naik mobil milik Mbah Atung. Mobil kijang baru sekitar tahun 2000an, warnanya merah. Bersamaku di dalam mobil ada Ibuku, Bapakku, Adikku Mila, dan kakakku yang laki-laki, Mas Aaf. Aku kurang ingat apakah kakakku yang perempuan ikut atau tidak.

kami pun memasuki gerbang Gontor dua. Kami disambut oleh dua penjaga gerbang yang terlihat masih seumuran denganku. mereka berseragam pramuka, kelihatannya mereka adalah santri gontor dua yang ditugaskan menjaga gerbang. Kami pun diarahkan menuju tempat parkir yang sudah disiapkan di lapangan bagian tengah pondok. Mobil kami pun memasuki wilayah gontor. Terlihat di kiri dan kanan bangunan cukup megah dua lantai. Di kanan dan kiri terlihat santri berjalan terburu-buru. Sebagian menggunakan sarung dengan baju dimasukkan ke dalam sarung, dan sebagian menggunakan celana. Semua baju rapih dimasukkan ke dalam celana, pemandangan yang cukup langka di sekolahku dulu. Lebih dari itu kulihat sekilas semua santri memiliki potongan rambut yang sama, cepak ala militer, mantap.

Kesan pertama kala memasuki Kampus Gontor dua cukup menggoda. Aku rasa pondok ini bukan pondok biasa. Fisik bangunan, dan santri-santrinya mengeluarkan aura semangat yang membuatku penasaran. Di dinding-dinding bangunan kulihat berbagai kata-kata mutiara. "Ilmu adalah pusaka yang utama", "hidup sekali hiduplah yang berarti", "ke gontor apa yang kau cari". Wah, filosofis sekali...

Kami lantas berjalan menuju tempat pendaftaran. Aku duduk bersama Bapak dan Ibuku. Aku hanya duduk, bapak dan ibuku yang menguruskan registrasi pendaftaran baik itu pembayaran, syarat-syarat berkas, dan lain sebagainya. Saudara-saudaraku yang lainnya berjalan ke sekitar pondok melihat suasana yang memang seperti dunia lain. Mungkin bisa dibilang kampung buatan, yang unik. Aku hanya terdiam, aku merasakan takut yang tidak bisa aku hindari. Aku tidak tahu kehidupan seperti apa yang ada di sini.

Ketika aku di Tsanawiyah aku hanya merasa kehidupan dan pendidikanku begitu-begitu saja, terlalu mudah dan gampang. Aku memang mencari tantangan baru yang bisa membuatku lebih kuat, lebih berani, dan lebih siap menghadapi masa depan yang lebih cerah. Aku memang tidak terlalu pintar, tapi aku tidak mau seperti anak-anak sekolah biasa yang terbiasa dengan hiburan-hiburan dan pergaulan yang tidak baik. Jauh di dasar hatiku, aku hanya ingin hidup menjadi orang islam biasa yang sederhana, namun terjaga dari kerusakan, dan mungkin di pondok inilah aku bisa mendapatkan hal itu. Mungkin tidak semua, tapi setidaknya aku sudah berusaha menuju itu, dan kini aku harus menghadapi pilihan ini.

Aku diantar menuju kamarku. kamarku begitu sederhana. Dia terlihat seperti sebuah kelas. Di pinggir-pinggirnya terdapat kotak-kotak lebari setinggi 1x1.5 meter, itulah lemariku. Di dalam lemari itu aku masukkan baju-baju dan buku. Aku pun diberi sebuah papan nama. Papan nama ini harus dipakai terus, demikian arahan dari ustadz. aku pun harus memasukkan bajuku ke dalam celana ketika aku keluar ruangan. Hal ini untuk membedakan antara kami para santri dengan ustadz. Ustadz adalah sebutan bagi guru kami di pondok ini. Ustadz-ustadz yang mengajar dan membimbing kami semuanya adalah alumni Gontor yang sudah pernah merasakan bagaimana rasanya menjadi santri, dan mereka harus mengabdi sebagai guru pengajar minimal selama satu tahun, baru setelah itu mereka boleh mengambil ijazah dan melanjutkan pendidikan mereka.

Aku diberi sebuah kasur, kasur ini hanya disewakan dan akan dikembalikan ketika aku sudah lulus dari gontor dua dan menjadi santri. Di kamar ini aku melihat ada seorang santri lagi, kulitnya agak gelap, dan giginya sangat putih, hehehe. Dia terlihat kalem dan sering tersenyum. Dia adalah Arifin. Arifin datang dari jauh, rumahnya di Sorong Papua. Dia sudah tiba di Gontor 2 sekitar 4 bulan sebelumnya. Tentunya dia lebih tahu bagaimanakah cara menjalani kehidupan di pondok ini.

Aku berkenalan sekilas dengan Arifin, dan kemudian kembali lagi menemui orang tuaku. Aku bersalaman dengan semuanya, mecium tangan ibuku, Ayahku, kakek dan nenekku, dan juga saudara-saudaraku. "Baik-baik ya...", kata ibuku. Aku hanya tersenyum. Rasanya.... seperti sesak di dadaku. Aku tidak pernah jauh dari orang tuaku sejak kecil. Kali ini aku bukan hanya jauh, jarak yang memisahkan kami adalah 15 jam perjalanan darat. Dan aku bisa bertemu mereka setelah beberapa bulan menjalani pendidikan di pondok ini.

Mereka sudah pergi! Mobil kijang merah itu menjauh, kini aku tinggal seorang diri di pondok yang cukup besar ini. Pondok ini masih sepi, kelihatannya santri-santri yang sudah datang adalah mereka yang memiliki semangat belajar cukup tinggi, sampai-sampai mereka sudah datang sebelum pondok ini ramai dengan penghuni. Dan mulai saat itu petualanganku di Gontor 2 pun dimulai...



Target dan Harapan

2 Hari Seminggu Senin-Kamis
Kegiatan Mingguan
20 Halaman Murojaah
Target Harian
1000 Kebaikan
Target kebaikan harian

Pendidikan

PM Gontor
2008
Muhammad
Nabi
Robert T Kiyosaki
Penulis
Will Peters
Developer

Contact

Talk to us

Anda dapat menghubungi Mohammad Izdiyan Muttaqin melalui beberapa cara berikut.

Address:

DD Ross Village 1 Blok E5 Jl. Tanjung, Rt 04 Rw 05 Padurenan, Kec. Gn. Sindur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat 16340

Work Time:

Monday - Friday from 9am to 4pm

Phone:

+6281311448187

Flickr Images